Contest Solopos

Melangkah Bersama Teknologi : Perjalanan Anak Muda dalam Era Transformasi Digital 0

WhatsApp-Image-2022-05-09-at-10.08.50-1-895bd0b6

Transformasi luar biasa dalam kehidupan masyarakat merupakan dampak yang terjadi akibat wabah Covid-19, dimana teknologi berperan penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam bidang pendidikan. Hal ini semakin ditingkatkan dengan munculnya revolusi digital (4.0) dan merangsang pemerintah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing di ranah global. Keadaan ini menyiratkan bahwa keterampilan TIK harus dimiliki oleh setiap lapisan masyarakat.

Namun, pertumbuhan TIK di Indonesia masih belum merata dan belum optimal mengakibatkan kesenjangan digital. Teknologi telah meresap ke dalam kebutuhan dasar, dan ini tercermin dalam sektor pendidikan. Riset berikut mencoba menyajikan gambaran menyeluruh tentang kesenjangan dan literasi digital dalam pembelajaran daring di masa pandemi. Penelitian berikut menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana data diperoleh melalui studi literatur. Temuan penelitian menunjukkan bahwa secara umum Indonesia memiliki banyak kesenjangan digital, mulai dari kepemilikan akses perangkat, penggunaan TIK, hingga penggunaan TIK oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari keadaan geografis dan sosiodemografis masyarakat Indonesia yang berbeda.

Semua inisiatif yang telah direncanakan dan dilakukan semakin diakui untuk dilakukan secara efisien, akselerasi literasi digital adalah kunci utama dalam menutup kesenjangan digital, khususnya dalam hal pendidikan. Wabah Covid-19 secara tidak langsung telah mendesak setiap orang untuk ‘berubah’, terutama mengubah perilaku, mengubah cara melakukan sesuatu, mengubah penggunaan teknologi dan sebagainya. Pandemi ini telah menyebar ke seluruh negara di dunia dan telah mempengaruhi semua sektor, termasuk sektor pendidikan. Isu di bidang pendidikan juga berkembang pada masa revolusi keempat (revolusi industri 4.0) atau yang biasa dikenal dengan masa revolusi digital. Hal ini berkembang karena materi dan kegiatan pendidikan telah dipengaruhi oleh inovasi teknologi. Beberapa ahli mengartikannya sebagai “dunia ini datar”, suatu kondisi dimana dunia tidak memiliki batas, termasuk batas negara dan batas zona waktu karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Salah satu perkembangan teknologi tersebut adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), teknologi yang berkembang begitu pesat dan sangat mempengaruhi keberadaan manusia di seluruh dunia.

TIK merupakan komponen fundamental dalam kehidupan manusia. TIK membantu manusia untuk memasuki era informasi yang menjadikan informasi sebagai kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. TIK juga telah mengubah cara individu berinteraksi. Hasil riset yang dilakukan oleh WeAreSocial Global Digital Report 2022 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan 73,7% dari total penduduknya menggunakan internet. Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang signifikan seiring dengan peningkatan pengguna internet dari tahun ke tahun. ke tahun. Saat ini jumlah orang yang menggunakan internet di Indonesia lebih dari 200 juta orang.

Diklaim bahwa sebanyak 204 juta orang Indonesia menggunakan internet per Februari 2022, naik 1% dari tahun sebelumnya. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa rata-rata penggunaan internet di Indonesia dalam satu hari adalah 8 jam 36 menit atau dapat dikatakan bahwa lebih dari sepertiga (1/3) hari dihabiskan oleh orang Indonesia untuk berselancar di internet. dari tren dunia yang cenderung berubah bukan hanya karena masa revolusi 4.0 tetapi juga karena pandemi yang menyebabkan aktivitas penggunaan internet meningkat pesat.

Kondisi darurat pandemi ini pun telah memberikan pengaruh yang luar biasa pada berbagai bisnis di seluruh dunia, termasuk sistem pendidikan. Pemerintah akhirnya meminta untuk bersama-sama memerangi Covid-19 dengan menjaga jarak fisik, membatasi aktivitas di luar rumah, dan memperbanyak aktivitas jarak jauh menggunakan teknologi digital (Carducci et al., 2020). Di era jarak fisik, teknologi digital menjadi semakin penting untuk memungkinkan koneksi antar individu dalam berbagai profesi, terutama sektor pendidikan yang merupakan salah satu sektor yang paling terkena dampaknya. Hal ini diperkuat dengan berbagai upaya pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan.

Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah telah melarang kegiatan pembelajaran dan persekolahan (tradisional) secara tatap muka dan memerintahkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara daring (Surat Edaran Kemendikbud Dikti No. 1 Tahun 2020). Menurut Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), pemerintah di sebagian besar negara di seluruh dunia menghentikan sementara lembaga pendidikan untuk membatasi penyebaran Covid-19, yang memengaruhi sekitar 91% populasi pelajar dunia. Ada 10 bidang yang perlu dibenahi, salah satunya adalah rencana penerapan pembelajaran daring.

Pembelajaran daring melalui pemanfaatan teknologi digital bukan hanya karena pandemi Covid-19 yang melanda dunia, tetapi juga karena revolusi industri 4.0, teknologi menjadi kebutuhan mendasar manusia. Pembelajaran online telah menjadi kebutuhan di bidang pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0 melibatkan pembelajaran daring. Namun, peralihan strategi pembelajaran dari konvensional ke online sama sekali bukan operasi yang sederhana dan tidak rumit.

Hampir semua pihak menemukan banyak persoalan sendiri, baik dari segi keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, infrastruktur, teknologi, waktu, biaya, dan sebagainya. Karena pembelajaran online merupakan fenomena baru, tidak hanya bagi pengajar dan siswa, tetapi juga bagi orang tua. Banyak keluarga di Indonesia yang tidak terbiasa menyelesaikan pendidikan di rumah, terutama untuk produktivitas orang tuanya yang umumnya disibukkan dengan pekerjaan di luar rumah. Hal ini tidak terkecuali di daerah pedesaan yang penduduk usia sekolahnya relatif padat, sehingga Anda benar-benar bingung, karena infrastruktur teknologi informasi cukup rendah.

Pembelajaran online menawarkan berbagai manfaat, masalah, dan keterbatasan. Beberapa kendala dan permasalahan yang terjadi adalah masih banyak oknum yang mengklaim bahwa akses koneksi dan infrastruktur internet tidak merata di seluruh Indonesia. Selain itu, ada juga masalah kepemilikan peralatan atau gadget. Tidak banyak siswa yang memiliki keluarga mapan untuk mendapatkan peralatan teknologi. Isu-isu ini berkembang karena berbagai elemen yang berkontribusi, seperti karakteristik sosio-demografis dan sebagainya.

Adanya variabel-variabel yang melekat pada diri setiap orang dapat menimbulkan permasalahan berupa kesenjangan digital atau digital divide. Kesenjangan digital dapat dilihat dari sektor pendidikan di Indonesia. Tercatat dalam riset Network Readiness Index (NRI) tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-76 dari total 121 negara, di mana defisit utamanya adalah partisipasi digital, jaringan internet, dan kebijakan terkait TIK. Masih dalam penilaian NRI 2019, keterampilan konten di Indonesia mendapat skor 93 dari 121 negara. Keterampilan konten mengacu pada kemampuan untuk menemukan dan mengevaluasi informasi dan untuk menghasilkan atau menghasilkan produk tertentu.

Hal ini sangat terkait dengan partisipasi dan pendidikan digital, dan penggunaan peralatan TIK (laptop, tablet, smartphone) umumnya digunakan sebagian besar untuk alasan komunikasi. Pemanfaatan gadget TIK untuk pembelajaran menurut data statistik Kementerian Komunikasi dan Informatika (2017) masih kurang dari 50%. Menurut angka tambahan dari Save the Children (2020), hanya 10% yang menggunakan saluran pembelajaran online untuk siswa, sementara 70% masih menggunakan televisi untuk menerima materi pembelajaran. Saat ini, 25% guru menggunakan platform pembelajaran online. Tentu saja tingkat keterlibatan belajar ini cukup rendah dan tidak sesuai dengan tujuan rencana pembelajaran daring pemerintah pada awal epidemi.

Untuk mengurangi kesenjangan digital, termasuk akses internet bagi seluruh masyarakat di Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan percepatan akses internet di Indonesia dan menyiapkan sumber daya manusia digital yang memiliki keterampilan digital dan memiliki pemahaman literasi digital. Salah satu upaya untuk menjembatani kesenjangan digital dapat dilakukan dengan memperluas kesempatan interaksi dengan TIK dan memperkuat kompetensi pribadi dalam penggunaan TIK. Perwakilan Google Indonesia menyatakan hal yang sama dan menggarisbawahi mengapa untuk mengurangi kesenjangan digital, literasi digital sangat penting. Terdapat tujuh dimensi literasi digital yang pada kesempatan kali ini akan difokuskan pada elemen literasi TIK atau ICT literacy.

Menurut Pasal 1 Ayat 15 Undang-Undang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2003, Pembelajaran Jarak Jauh atau Jarak Jauh adalah sistem pendidikan dimana peserta didik memanfaatkan sumber belajar yang beragam melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lainnya. Pembelajaran daring adalah aplikasi internet dalam mengakses materi, berinteraksi dengan pelajaran, guru, dan siswa lainnya, dalam proses belajar mengajar.

Dalam melaksanakan pembelajaran, satuan pendidikan dapat memilih strategi (online, offline, atau gabungan keduanya) tergantung pada fitur dan ketersediaan serta kesiapan masing-masing. Dalam praktek praktek di lapangan guna memutus mata rantai penularan Covid-19, tercatat mulai 16 Maret 2020, pemerintah mengumumkan kebijakan bagi sekolah untuk memanfaatkan teknik pembelajaran siswa daring. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran yang dirilis pada 24 Maret 2020 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Dalam suatu proses pembelajaran, umumnya akan terjadi kontak antara pengajar dan siswa serta akan terjadi timbal balik antara guru dan siswa dalam suasana kelas yang cocok dan edukatif.

Karena adanya pandemi Covid-19, proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media yang dapat membantu pengajar dan siswa tidak harus bertatap muka secara langsung dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sistem pembelajaran daring merupakan proses pembelajaran yang tidak melakukan interaksi tatap muka antara pengajar dan peserta didik, melainkan menggunakan teknologi internet. Pembelajaran online adalah pengalaman transfer pengetahuan dengan menggunakan video, audio, gambar, komunikasi teks, dan perangkat lunak yang didukung oleh jaringan internet. Sistem pembelajaran online (jaringan) adalah sistem pembelajaran yang tidak memiliki interaksi langsung antara pengajar dan siswa, tetapi dilaksanakan secara online melalui internet.

Pada tataran implementasi, pembelajaran online membutuhkan bantuan perangkat mobile seperti smartphone, laptop, PC, dan tablet, yang dimanfaatkan untuk mengakses informasi kapanpun dan dimanapun. Media pembelajaran daring pada umumnya memanfaatkan aplikasi atau situs yang terhubung dengan internet yang dapat mempertemukan secara virtual (video) lebih dari lima orang sekaligus dan dapat berinteraksi di dalamnya. WhatsApp, Zoom, dan Google Classroom telah menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk pembelajaran online selama wabah. WhatsApp lebih populer karena instruktur dan siswa lebih mengenal dan sudah familiar dengan fungsinya. Hampir setiap orang dari berbagai latar belakang dan usia memiliki akun WhatsApp untuk diajak bicara. WhatsApp dalam proses pembelajaran juga diakui dapat membantu mencapai tujuan pembelajaran dan memperkaya pengalaman belajar.

Zoom adalah salah satu platform pembelajaran terpopuler saat ini karena mudah digunakan dan memiliki banyak fungsi sehingga dianggap sebagai teknik paling efektif untuk membantu pembelajaran online selama pandemi. Pembelajaran daring dan pembelajaran biasa memiliki beberapa perbedaan yang signifikan, pembelajaran daring membutuhkan ketelitian dan kejelian yang lebih tinggi dari siswa dalam menyerap dan mengolah informasi yang ditawarkan secara daring.

Pembelajaran daring dapat dilakukan secara sinkron dan asinkron. Sinkron berarti proses belajar mengajar terjadi antara dosen dan mahasiswa yang belajar online pada waktu yang sama, tetapi tidak harus bergantung pada tempat fisik untuk terlibat secara online. Pembelajaran online sinkron umumnya dilakukan melalui konferensi video seperti aplikasi Zoom atau pembelajaran streaming. Dalam pembelajaran online, pembelajaran asinkron menunjukkan bahwa pembelajaran dapat dilakukan meskipun tidak hadir pada saat yang bersamaan. Guru umumnya dapat mengirimkan modul pembelajaran, catatan, atau video kepada siswa untuk belajar mandiri, sehingga siswa dapat mempelajari topik kapan saja. Meskipun terdapat dua bentuk pembelajaran dalam pembelajaran daring, namun esensinya tetap sama yaitu pembelajaran dilakukan dari jarak jauh, peserta didik dan pendidik dihubungkan melalui internet sehingga pembelajaran dapat berlangsung.

Dengan kondisi wabah yang darurat inipun membuat sistem pendidikan di Indonesia mengubah metode dari tatap muka menjadi daring di tengah tahun ajaran. Perubahan ini sangat mengagetkan bagi pendidik dan peserta didik karena kurangnya persiapan untuk penerapan pembelajaran daring yang dibarengi dengan sumber daya yang tidak memadai dan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga pembelajaran jarak jauh memiliki banyak sisi baik dan buruk. Sisi positif yang dihasilkan dari penerapan kebijakan pembelajaran daring di masa pandemi ini adalah pembelajaran dapat dilakukan secara jarak jauh sehingga kebutuhan pendidikan peserta didik tetap dapat terpenuhi tanpa batas ruang dan waktu serta tetap menerapkan social distancing untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 mengklaim bahwa manfaat dari pembelajaran daring adalah untuk membangun lingkungan belajar yang baru, pembelajaran daring akan memberikan suasana baru bagi siswa yang biasanya belajar di kelas. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat pembelajaran online.

Pembelajaran online dapat meningkatkan manajemen waktu siswa dan meningkatkan keterampilan komunikasi serta membuat penerapan informasi menjadi lebih sederhana. Dari pembelajaran online ini harus diperhatikan seperti mengakibatkan terputusnya hubungan antara guru dan siswa bahkan antar siswa itu sendiri. Beberapa masalah yang muncul dengan pembelajaran online antara lain sulit bagi anak-anak untuk berkonsentrasi belajar karena pengaturan rumah tidak menguntungkan. Disebutkan pula bahwa kesulitan perhatian, kehilangan fokus & motivasi, serta hambatan yang dialami siswa dalam kegiatan pembelajaran daring dapat menghasilkan indikator kecemasan dan ketegangan.

Selain itu, beberapa analis pendidikan menyatakan bahwa dalam implementasinya, pembelajaran daring memiliki berbagai tantangan, salah satunya adalah kurangnya informasi tentang teknologi bagi pengajar dan murid. Banyak instruktur mengatakan bahwa ketersediaan teknologi relatif terbatas dan tidak adanya jaringan internet di tempat-tempat tertentu. Selain itu, kesulitan kedua yang mungkin berkembang adalah tidak semua siswa sudah memiliki rasa tanggung jawab untuk dapat belajar secara mandiri. Beberapa dari mereka sangat percaya bahwa kesempatan seperti ini adalah liburan bagi mereka. Akibatnya, pembelajaran terabaikan dan materi pembelajaran tidak diterima dengan baik. Sejalan dengan itu, berpendapat bahwa proses pembelajaran jarak jauh dapat menurunkan kualitas belajar mengajar.

Hal ini karena mungkin banyak gangguan, kurangnya minat dan motivasi siswa, serta masalah teknologi yang dapat mengganggu atau menghambat jalannya kegiatan pembelajaran. Isu terkait kesenjangan digital tidak hanya terjadi di negara-negara terbelakang, tetapi telah menjadi perhatian dunia. Kesenjangan digital dapat melemahkan suatu bangsa untuk bersaing di seluruh dunia karena penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang substansial dalam memenangkan persaingan. Banyak ahli dan organisasi menggambarkan kesenjangan digital.

Menurut OECD (2001) definisi kesenjangan digital adalah “kesenjangan antara individu, rumah tangga, bisnis, dan wilayah geografis pada tingkat sosio-ekonomi yang berbeda sehubungan dengan peluang mereka untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). internet untuk berbagai aktivitas. Kesenjangan digital mencerminkan banyak ketidaksetaraan di dalam dan dikatakan bahwa kesenjangan digital adalah perbedaan antara orang yang memiliki dan tidak memiliki akses ke komputer dan internet. Kesenjangan digital menunjukkan ketimpangan akses dan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat dilihat dari beberapa faktor seperti perbedaan usia, jenis kelamin, wilayah geografis dan juga tempat kerja atau mata pencaharian dan keterbatasan akses, baik dari segi kepentingan, kepemilikan, kemampuan, serta pemanfaatan. Hal tersebut juga berdampak pada kesenjangan digital pada akses internet adalah usia, jenis kelamin, dan etnis.

 

Berdasarkan kriteria tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenjangan digital digambarkan sebagai kesenjangan antara orang, perusahaan, dan tempat tinggal dalam akses teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan penggunaan internet. Ungkapan kesenjangan digital awalnya mengacu pada perbedaan akses ke komputer, tetapi sejak internet menyebar dengan cepat dan dalam skala luas di masyarakat, kata tersebut berkembang menjadi kesenjangan antara komputer dan akses ke internet. Kesenjangan digital adalah masalah yang rumit dan beragam. Kesenjangan digital menciptakan perbedaan antara individu yang memiliki akses yang memadai ke TIK, dan lainnya yang memiliki tidak ada atau akses terbatas ke TIK. Kesenjangan digital dapat dipengaruhi oleh banyak elemen seperti negara maju dan berkembang, daerah pedesaan dan perkotaan, laki-laki dan perempuan, serta orang-orang yang kompeten dan tidak kompeten.

Kesenjangan digital jelas tidak terjadi begitu saja, beberapa penyebab terjadinya kesenjangan digital antara lain infrastruktur, kurangnya keterampilan sumber daya manusia, kurangnya materi bahasa Indonesia, dan kurangnya penggunaan internet itu sendiri.

Ada tiga komponen utama yang saling terkait dan menjadi penekanan yang perlu diperhatikan dalam kesenjangan digital, akses/infrastruktur, kapasitas (keterampilan dan pelatihan), dan konten informasi. Ada tiga bentuk kesenjangan digital yang pertama adalah kesenjangan akses, ini mengacu pada perbedaan antara mereka yang memiliki akses TIK dan mereka yang tidak. Kesenjangan kedua adalah pembagian penggunaan. Hal ini mengacu pada disparitas penggunaan TIK di antara orang-orang yang memiliki akses TIK.

Kesenjangan berikutnya adalah kualitas penggunaan split. Ini berfokus pada perbedaan kualitas penggunaan TIK di antara orang-orang yang memanfaatkan TIK dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kesenjangan digital dapat dipisahkan menjadi tiga tingkatan. Tingkat pertama yang sering disebut sebagai kesenjangan digital tingkat pertama didefinisikan sebagai kesenjangan dalam akses fisik ke internet. Hal ini terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mendapatkan internet karena adanya pembatasan akses internet yang biasanya disebabkan oleh pertimbangan geografis, bahwa letak geografis merupakan salah satu variabel penting yang menentukan akses masyarakat terhadap penggunaan internet. mereka yang tinggal di pedesaan akan lebih sulit menggunakan internet daripada mereka yang tinggal di daerah metropolitan karena kendala jaringan internet, energi, dan juga perangkat teknis. Kemudian tingkat kedua atau second level digital divide didasarkan pada pembedaan dalam tujuan mengakses internet dan kemampuan digital.

Hal ini ditentukan oleh latar belakang masing-masing orang seperti latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Terakhir, kesenjangan digital tingkat ketiga adalah disparitas dalam hal kapasitas untuk menggunakan atau mentransformasikan sumber daya digital, salah satunya adalah internet, untuk mencapai keuntungan nyata seperti sosial dan ekonomi. Dalam hal teknik pembelajaran daring, kesenjangan digital yang ada di masyarakat cenderung berbeda. Hal ini terlihat jelas, terlihat pada fase pertama kesenjangan digital bahwa disparitas akses TIK masih meluas di Indonesia.

Kondisi geografis Indonesia menjadi salah satu kendala terbesar dan alasan utama yang menyebabkan infrastruktur TIK tidak merata mengingat luas Indonesia kurang lebih 7,9 juta km2 dan berbentuk negara kepulauan dengan lebih dari 13.000 pulau. Selain itu, kondisi geologi wilayah Indonesia yang berupa pegunungan dan lembah sehingga lokasi pedesaan tersebar luas membuat pembangunan layanan komunikasi dan informasi agak sulit dicapai. Konsekuensinya, seperti yang kita ketahui, infrastruktur TIK di Indonesia masih terkonsentrasi di tempat-tempat tertentu dan hal inilah yang menyebabkan kesenjangan digital (akses TIK) tahap pertama masih sering dirasakan. Infrastruktur telekomunikasi yang tidak merata di seluruh Indonesia merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh perkembangan TIK di bidang pendidikan. Pakar komunikasi berpendapat bahwa banyak keuntungan yang dapat diperoleh masyarakat dari pemanfaatan TIK, sehingga menjadi masalah jika masyarakat tidak tersentuh oleh TIK yang dapat disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi atau kurangnya akses dan pengguna.

Ketimpangan akses yang terjadi dalam penerapan pembelajaran daring di Indonesia pada akhirnya berujung pada kesenjangan digital siswa. Pada April 2020 telah dilakukan kajian oleh INOVASI terhadap 300 orang tua siswa sekolah dasar di 18 kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur. Temuan studi menunjukkan akses yang tidak merata terhadap media pembelajaran untuk anak-anak di rumah mampu dan kurang mampu secara ekonomi. Hanya 28% dari polling yang menyatakan bahwa 4.444 anak muda belajar memanfaatkan media internet. Dari sudut pandang provinsi, semakin kecil provinsi, semakin rendah proporsi siswa yang memperoleh pembelajaran daring.

Pembelajaran online sangat dipengaruhi oleh fase awal kesenjangan digital ini. Tidak sampai di situ, perbedaan digital dalam penerapan metode pembelajaran daring juga tampak pada tingkatan berikutnya, yaitu tujuan pemanfaatan internet atau use split. Data awal dalam penelitian ini menyatakan bahwa pemanfaatan TIK untuk keperluan pembelajaran masih di bawah 50%. Hal lain yang tercatat dalam alasan utama menggunakan internet adalah 80,1% masyarakat Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi, disusul mencari ide dan inspirasi (72,9%), menyambung dan menjaga hubungan dengan teman dan keluarga (68,2%), sedangkan alasan untuk menggunakan internet untuk pendidikan dan pembelajaran hanya 44,1%, atau jika diurutkan dari alasan terbesar ke terkecil hanya menempati urutan ke-11.

Masih dalam riset yang sama dengan riset Indonesia Digital (WeAreSocial, 2022) menunjukkan bahwa dari total waktu rata-rata 8 jam 36 menit yang dihabiskan menggunakan internet dalam satu hari, konsumen Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 17 menit untuk bermain media sosial. Tak disangka, data statistik Perhimpunan Pendidikan dan Guru Indonesia (P2GI) pada akhir tahun 2020 mencatat bahwa media sosial merupakan media aplikasi yang banyak dimanfaatkan dalam pembelajaran daring. Media sosial menjadi salah satu aplikasi media tertinggi yang banyak dimanfaatkan pada pembelajaran daring, kemudian disusul oleh google classroom, zoom meeting, dan google meet untuk top 4. Selain tujuan pemanfaatan internet, kemampuan pemanfaatan TIK juga merupakan sesuatu yang dicatat dalam tahap kedua kesenjangan digital ini. Tidak sedikit orang tua khususnya para lansia yang kesulitan mengoperasikan TIK dalam menemani anaknya bersekolah atau belajar secara daring. Minimnya informasi atau keahlian teknologi tentunya menjadi kendala dalam memaksimalkan penggunaan TIK, misalnya dalam mengakses web atau program seperti zoom atau google meet, belum lagi dashboard khusus yang dibuat untuk memposting tugas atau ulangan.

 

Selain komponen teknologi, ternyata faktor pendidikan juga berperan penting dalam membangun kapabilitas TIK masyarakat. Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki keunggulan dalam memanfaatkan internet. Unsur yang paling berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan komputer dan internet adalah usia dan pendidikan. Beberapa klaim tersebut juga didukung oleh temuan studi yang dilakukan oleh INOVASI (2020), remaja yang memiliki orang tua dengan latar belakang pendidikan SMA dan perguruan tinggi memiliki akses yang lebih baik dalam menggunakan materi pembelajaran online. Sementara itu, anak-anak dengan orang tua berpendidikan SD memiliki keterbatasan akses dalam kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan media internet.

Sedangkan pada kesenjangan digital, tahap selanjutnya adalah kemampuan untuk menggunakan atau mentransformasikan sumber daya digital, salah satunya internet, untuk mendapatkan keuntungan aktual seperti sosial dan ekonomi. Quality of use divide atau kesenjangan digital yang menitikberatkan pada variasi kualitas penggunaan TIK dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas penggunaan yang disinggung di sini dapat diperhatikan seperti tidak hanya memanfaatkan TIK dalam mendukung tindakan atau kegiatan kita sehari-hari, tetapi juga memperoleh keuntungan atau manfaat timbal balik yang dapat tercipta dari penggunaan TIK. Hal ini juga dapat disebutkan dengan bagaimana memanfaatkan industri 4.0, khususnya TIK untuk memperoleh keuntungan seperti jejaring sosial yang membawa kita ‘naik level’ atau juga keuntungan dari keberhasilan penggunaan TIK dan dunia digital. Ungkapan YouTuber, influencer, content producer, dan sebagainya sudah tidak asing lagi bagi individu yang saat ini menjadi pahlawan atau bahkan fantasi bagi sebagian besar anak muda atas kesuksesan luar biasa dalam berprofesi di masa revolusi digital ini. Di bidang pendidikan sendiri, cukup banyak hal yang memunculkan metode pembelajaran baru yang lebih menarik, platform atau bisnis baru, dan hal-hal lain yang memanfaatkan TIK.

Kemajuan teknologi informasi internet telah menyediakan beberapa sumber informasi digital. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi diibaratkan dua sisi mata uang yang sama, yang tentunya memiliki dampak yang menguntungkan dan buruk. Memperoleh keterampilan digital tidak bisa dihindari. Hal ini menimbulkan anggapan betapa pentingnya literasi digital. Literasi digital merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki sebagai life skill guna melawan tren persaingan globalisasi dan digitalisasi. Dalam masyarakat yang sedang berkembang, literasi adalah dasar penting untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Literasi digital didefinisikan sebagai kapasitas untuk menginterpretasikan dan memanfaatkan informasi dari berbagai sumber teknologi informasi canggih. Literasi digital adalah upaya untuk menemukan, memanfaatkan, dan mengirimkan informasi secara efisien, dalam berbagai bentuk informasi dari berbagai sumber ketika disampaikan melalui komputer, terutama internet. Orang yang memiliki literasi digital menunjukkan bahwa mereka dapat menjalankan keterampilan dasar atau kemampuan untuk menggunakan komputer dengan nyaman, aman dan efisien untuk membantu pekerjaan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan hal tersebut, literasi digital adalah kapasitas untuk memperoleh, menafsirkan, merestrukturisasi, mengomunikasikan, dan mengevaluasi informasi dengan memanfaatkan kemampuan kognitif, etis, sosial, dan emosional.

Literasi digital adalah upaya untuk mengetahui, mencari, memahami, mengevaluasi, dan memanfaatkan teknologi digital. Berdasarkan beberapa definisi tersebut s di atas, dapat diartikan bahwa literasi digital adalah kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis, mengevaluasi, membangun pengetahuan baru, mendapatkan manfaat dari orang lain, dan berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat umum dan kemampuan pribadi. ke. Literasi digital adalah proses yang bergantung pada literasi pengetahuan, literasi internet, literasi web, dan literasi digital. Dalam prosedur tersebut, setiap tahapan merupakan langkah kritis dan semuanya perlu dilakukan bersama untuk digitalisasi.

Literasi digital adalah struktur terintegrasi berupa pengetahuan perangkat teknologi informasi dan kapasitas seseorang untuk mengoperasikan dan menggunakannya. Literasi digital diakui telah menciptakan berbagai peluang bagi masyarakat dan masyarakat khususnya yang dapat memfasilitasi keberadaan manusia. Literasi digital terdiri dari tujuh komponen, ketujuh komponen tersebut meliputi:

(1) Literasi informasi adalah kemampuan untuk berhasil mencari, menilai, dan memanfaatkan informasi yang dibutuhkan; (2) Pengetahuan digital adalah kemampuan untuk menggunakan informasi dari media digital sebagai referensi data. Partisipasi pengguna media digital dalam kegiatan akademik. Misalnya, praktik penelitian atau penyelesaian proyek akademik; (3) Keterampilan belajar adalah pembelajaran efektif berbagai teknologi dengan kemampuan lengkap untuk kegiatan pembelajaran formal dan informal. (4) Literasi TIK atau disebut juga literasi teknologi informasi dan komunikasi yang menitikberatkan pada metode penerimaan, adaptasi dan pemanfaatan perangkat digital dan media berbasis TIK baik dalam bentuk aplikasi maupun layanan; (5) Manajemen karir dan identitas terkait dengan cara mengelola identitas online. (6) Komunikasi dan kolaborasi merupakan bentuk keterlibatan aktif untuk pembelajaran dan penelitian melalui jaringan digital; dan (7) Literasi media melibatkan kemampuan membaca secara kritis dan kreatif dalam komunikasi akademik dan profesional di berbagai media.

Berdasarkan uraian dan pemahaman tujuh bagian literasi digital di atas, maka faktor yang dipandang sangat terkait dengan pendidikan dalam pembelajaran daring antara lain adalah unsur literasi TIK atau TIK. Literasi TIK atau literasi TIK disebut juga dengan literasi teknologi, dimana yang dimaksud adalah mampu memahami, mengadopsi, beradaptasi, menggunakan perangkat digital atau media berbasis TIK, seperti komputer atau LCD proyektor/power point yang telah dirancang/dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sesuai dengan pemahamannya, terutama jika terhubung dengan internet sebagai basis pembelajaran. Di era revolusi digital ini, kesadaran untuk melek teknologi informasi dan komunikasi sangatlah penting untuk dimiliki, tidak hanya sebatas mempersempit jarak kesenjangan digital yang ada di masyarakat, tetapi juga untuk kehidupan sehari-hari. Berapa banyak pekerjaan saat ini yang telah bertransformasi dan mengandalkan digital atau internet, bahkan di ranah pendidikan.

 

Pembelajaran daring saat ini sangat bergantung pada internet dan media TIK. Telah diperiksa sebelumnya bahwa penggunaan teknologi internet dan multimedia dapat mengubah cara pengetahuan ditransfer dan dapat menawarkan alternatif pembelajaran kelas konvensional. Penggunaan teknologi seluler telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi institusi pendidikan, termasuk mencapai tujuan pembelajaran jarak jauh. Memperkuat hasil sebelumnya terkait dengan media yang paling umum digunakan untuk pembelajaran jarak jauh adalah bahwa pembelajaran online juga dapat dilakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram. Dalam gagasan Potter, upaya untuk menciptakan kapasitas komunitas berbasis digital tidak hanya berkontribusi pada adopsi media digital, tetapi juga dampak sinergis dari aktivitas sehari-hari yang mengarah pada peningkatan produktivitas.

Hal ini mendukung kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang dipublikasikan melalui Siaran Pers No. 181/HM/KOMINFO/08/2018 tanggal 16 Agustus 2018. Tidak hanya merujuk pada influencer, youtuber, dan content creator, namun dalam praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat diharapkan mampu mempersiapkan dan membekali diri sebagai sumber daya manusia yang memiliki literasi digital yang cukup untuk dapat menggunakan dan memanfaatkan TIK untuk meningkatkan produktivitas dan menjadi mampu bersaing. di era revolusi industri 4.0.

What’s your Reaction?
+1
0
+1
2
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Apakah anda menyukai artikel ini ?

faustananda

Saya adalah mahasiswa yang juga memiliki dasar jurnalistik dan kepenulisan. Tentu saja belajar selalu adalah motto saya. Yakinlah bahwa dengan menulis akan membawa dunia menjadi lebih baik

Add comment