Keadaan Tak Menghalangiku untuk Tetap Menabung
Aku lahir di pulau Aceh,15 september 2000, disuatu tempat yang mungkin bisa dijuluki tempat terpadat di dunia, profesi di sini kebanyakan adalah nelayan. Aku memiliki 2 adik laki–laki, yang satu baru menginjak kelas 1 SD dan yang satunya menduduki kelas 3 SD. Ayahku hanyalah seorang nelayan dan ibuku adalah penjual kue keliling. Impianku sama seperti ribuan anak laki–laki lainnya, menjadi pemain sepak bola profesional dan menandatangani kontrak di Eropa. Seperti Cristiano Ronaldo, Ronaldo Nazario, Ricardo Kaka, Gianluigi Buffon adalah sekian banyak poster yang ada di kamarku. Cita-citaku tentu saja menjadi pemain sepak bola profesional dan masuk ke Timnas Indonesia. Orang tuaku bukan termasuk orang yang berkecukupan, karena itulah aku mulai menabung dari uang sakuku yang hanya 5 ribu rupiah dari hasil penjualan koran keliling. Aku mulai menabung sejak umur 7 tahun, aku rela menahan lapar saat istirahat, bahkan berpuasa senin kamis hanya untuk membeli perlengkapan sepak bola dan mendaftar akademi sepak bola terdekat. Malam berganti siang, siang berganti malam, purnama demi purnama, kalender demi kalender terlewati dan akhirnya terkumpulah uang untuk membeli perlengkapan sepak bola. Malam itu aku bahkan hampir tidak bisa tidur karena besok adalah hari dimana aku akan membeli perlengkapan sepak bola.
Malam itu, aku beberapa kali terbangun oleh gemuruh ombak laut yang terdengar lebih kencang dari biasanya dan kasurku sempat bergetar beberapa kali tetapi aku tidak menghiraukannya, hingga aku dibangunkan oleh guncangan luar biasa hebat dari ibuku. Aku mengira itu karena aku terlambat salat subuh dan Ibu memaksaku bangun, ternyata Ibu menyuruhku mengemasi barang–barang ku karena ibuku mendapat kabar bahwa daerah kami Aceh, sedang dilanda tsunami. Beruntung rumah kami terletak di atas tebing dan cukup jauh dari bibir pantai, tetapi nasib malang tetap menimpa kami. Saat aku dan keluargaku sedang berlari menjauhi bibir pantai, ombak setinggi 2meter mengejar kami. kami pun tenggelam dalam dekapan sang Ibu alam. Tak lama berselang, aku sadar ditempat pengungsian, aku pun segera mencari keluagaku. Aku pun bertanya kepada petugas yang ada di tempat itu, sialnya petugas itu berkata bahwa saat menyelamatkanku, aku ditemukan sendirian, aku pun mulai berlari mencari keluargaku di pos pengungsian itu dengan perasaan campur aduk. Beruntung aku menemukan kedua adikku, tetapi nahas, kedua orangtuaku tak kunjung kutemukan. Itu adalah satu kalender terburuk dalam hidupku selama hampir 1 tahun kami menetap di pos itu dengan makanan, air, kamar mandi, obat–obatan, dan lainnya yang harus dibagi dengan ratusan korban lain. Tak banyak yang kubawa saat mengungsi, hanya sehelai selimut, obat-obatan,3 stel baju dan sebuah botol minum. Selama itu, aku terus mencoba mencari kedua orangtuaku, namun hasilnya nihil.
Setelah hampir 1 tahun itu, kami memutuskan untuk pindah ke panti asuhan terdekat dan impianku belum purna, aku tetap masih mencoba menabung. Aku melakukan banyak pekerjaan, mulai dari menjadi pencuci piring di restoran terdekat, menjadi cs, pemungut sampah, menjadi tukang parkir, penyapu jalan, bahkan aku pernah mencoba menjadi badut jalanan. Syukurlah sedikit demi sedikit, aku mulai berhasil mengumpulkan uang dengan jumlah yang sama bahkan jauh lebih banyak dan tibalah hari itu, hari seleksi tim junior akademi incaranku, aku bermain dengan penuh kebahagiaan karena aku mempunyai sepatu baru, jersey baru, manset baru, dan untungnya aku bermain cukup baik saat seleksi itu dan aku lolos seleksi tim junior bahkan aku ditunjuk menjadi kapten. Itulah pengalamanku, kesimpulannya adalah rajinlah menabung dalam kondisi apapun
BIODATA PENULIS
Zaini Ridho Fayazzi Atau Yang Biasa Dipanggil Zain Lahir Pada 30 Juli 2010,Menyukai Membaca Sejak Pertama Kali Bisa Membaca,Dan Mulai Menekuni Hobi Menulis Sejak Kelas 3 Sd,Saat Ini Sedang Duduk Di Bangku Kelas 8,Motto Hidup Penulis Adalah “Teruslah Mencoba”
Add comment