Isu lingkungan bukanlah fenomena baru. Topik kelestarian lingkungan ada sepanjang sejarah peradaban manusia. Bahkan, semenjak kemunculan agama atau kepercayaan yang ada di dunia. Mayoritas kepercayaan mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam.
Di masa lalu, manusia tidak terlalu khawatir adanya kontaminan (pencemaran). Sebab, mereka pandai membaca kode alam dengan baik. Masa-masa musim berburu, mana saatnya bercocok tanam, atau kemana biasanya ikan berkumpul saat musim-musim tertentu.
Munculnya revolusi insdustri turut mengubah pola hidup manusia. Penemuan mesin uap serta peralatan mekanis semakin mempermudah pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi yang demikian dapat meningkatkan taraf kehidupan manusia. Namun, hal tersebut juga mendorong kerusakan lingkungan secara masif.
Dampaknya, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim mulai dirasakan oleh manusia itu sendiri. Sebagian manusia mulai menyadari ada ketidakberesan yang terjadi di lingkungan hidup di sekitarnya. Berangkat dari permasalahan itu, muncul pelbagai gerakan hijau (green movement) di seluruh dunia.
Lalu, bagaimana nasib kelestarian alam dan lingkungan di Indonesia?
Indonesia berada dalam kondisi geografi yang strategis. Dimana letak Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudera. Juga terletak antara dua poros bumi, garis khatulistiwa. Keadaan geografis yang demikian memengaruhi keanekaragamaan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Terbukti dengan adanya keanekaragaman bentang alam serta sumber daya alam yang melimpah.
Pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia hendaknya berdasarkan kaidah daya dukung dan daya tampung lingkungan. Tentunya, juga harus memperhatikan fungsi ekologis dan produktivitas lingkungan. Akibat dari terabaikannya prinsip yang demikian yaitu terjadinya kerusakan lingkungan.
Organisasi pelestarian lingkungan atau sering disebut gerakan hijau di Indonesia sudah ada sejak era kolonial. Contohnya, semenjak Gubernur Jendral Thomas Rafles menulis keelokan alam Nusantara dalam bukunya The History of Java. Hingga abad ke-19, muncul gerakan kelestarian alam beserta ekosistemnya dalam sebuah konsep Taman Nasional.
Isu lingkungan di tingkat internasional mulai santer digaungkan pada tahun 1970-an. Terjadi perluasan gerakan lingkungan ke tingkat internasional. Salah satu tonggak penting adalah “Hari Bumi” pertama yang dirayakan pada tanggal 22 April 1970, yang melibatkan jutaan orang di seluruh dunia dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah lingkungan.
Pasca 33 tahun Indonesia merdeka, barulah konsentrasi pelestarian alam di Indonesia dibawahi oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Kementrian ini bertanggung jawab untuk mengatur serta melindungi sumber daya alam di wilayah Indonesia. Dari kementrian ini, muncul regulasi yang mengatur kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Kementrian ini juga beberapa kali berganti nama. Namun, tugasnya masih di lingkup yang sama.
Namun sebenarnya, praktik-praktik seperti hukum adat dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan telah ada jauh sebelum dekade 1970-an. Namun, pada saat itu, pengaruh modernisasi dan industrialisasi mulai menimbulkan tekanan besar pada lingkungan dan sumber daya alam tradisional.
Generasi Muda Indonesia Sambut Isu Lingkungan
Dekade 1970-an adalah periode penting yang melihat transformasi gerakan lingkungan dari gerakan lokal menjadi gerakan global. Kesadaran terkait masalah lingkungan tumbuh pesat, mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan membentuk arah pergerakan lingkungan di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia.
Pada dekade ini, pemerintah Indonesia mulai mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan sebagai bagian dari upaya pembangunan ekonomi. Niat positif pemerintah ini juga memiliki dampak negatif. Ekspansi perkebunan yang menghasilkan komoditas penting (seperti kelapa sawit, karet, dsb.) berpengaruh pada ekosistem hutan tropis serta keanekaraman hayati di beberapa pulau-pulau Indonesia.
Beberapa organisasi lingkungan internasional turut menyoroti isu lingkungan yang ada di Indonesia. Sebab, negara ini merupakan salah satu paru-paru dunia. Mereka mulai mengajak masyarakat lokal beserta pemuda-pemudanya untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan.
Maka, munculah LSM lokal hingga organisasi non-profit (NGO) yang bergerak pada isu lingkungan di Indonesia. Pertumbuhan industri dan perkebunan di Indonesia menyebabkan konflik lingkungan, terutama antara masyarakat adat dan perusahaan yang ingin mengakses sumber daya alam. Ini menjadi salah satu isu utama dalam dinamika lingkungan di Indonesia.
Banyak tokoh-tokoh muda di Indonesia yang tanggap terhadap isu lingkungan. Mereka bersama LSM maupun organisasinya turut berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. Beberapa hal yang diperjuangkan mereka antara lain peningkatkan kesadaran, mengadvokasi kebijakan lingkungan yang lebih baik, dan melaksanakan proyek-proyek pelestarian.
Dunia pendidikanlah yang punya andil besar melahirkan aktivis-aktivis lingkungan. Komunitas aktivis lingkungan muncul di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. Mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan seperti penanaman pohon, kampanye pengurangan plastik, dan acara sadar lingkungan lainnya.
Yang terkini, generasi muda Indonesia juga memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan isu-isu lingkungan. Penggunaan platform ini bertujuan untuk berbagi informasi, mengorganisir kampanye, dan mempromosikan tindakan pelestarian lingkungan. Sebab, no viral no justice.
Add comment